Tuesday, October 18, 2005

 

Emil pun Lega Bisa Berjilbab

*UPI Sempat Meminta Mahasiswa Pendekkan Jilbab


BANDUNG-Mahasiswa Program Studi Resort and Leisure Management dan Catering Industry Management Universitas Pendidikan Indonesia (UPI) akhirnya bisa bernapas lega. Tata tertib berpakaian yang mengharuskan mengenakan jilbab modis dari pimpinan fakultas pun kini tidak berlaku lagi. Melunaknya sikap pimpinan fakultas tersebut setelah ratusan mahasiswa menggelar unjuk rasa di kampus yang memiliki motto ilmiah, edukatif, dan religius itu, kemarin siang.

Dalam aksinya mereka mengecam aturan yang dianggapnya melanggar prinsip tersebut. Sekitar pukul 09:00, pengunjuk rasa yang didominasi aktivis Kesatuan Aksi Mahasiswa Muslim Indonesia (KAMMI) Komisariat UPI ini mulai mengitari kampus di Jalan Dr Setiabudhi ini. Di antara pengunjuk rasa terdapat enam orang mahasiswa baru program kepariwisataan tersebut.

Unjuk rasa baru berhenti setelah perwakilan mereka diterima pimpinan Fakultas Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial (FPIPS). Pertemuan yang dimpimpin langsung Dekan FPIPS Prof Dr Suwarma Al Muchtar SH MPd sepakat mengubah redaksi tata tertib bagi dua program studi yang baru dibuka tahun ini tersebut. Dari salinan yang diperoleh Radar di UPI kemarin, tata tertib yang memicu protes mahasiswa itu antara lain poin keempat tentang pakaian mahasiswi.

Tata tertib yang ditandatangani Dekan dan Ketua Program Dr Sumartini MP ini berbunyi, “Bagi yang berjilbab, harus menggunakan model yang modis dan tidak menjulur menutupi atribut yang dikenakan.” Atribut sebagaimana dimaksudkan poin tersebut terdapat pada poin sebelumnya, yakni dasi bermotif yang memiliki warna dasar biru dengan tie pin berlogo UPI dan papan nama.

Emil Latifah, seorang mahasiswa baru program studi Studi Resort and Leisure Management mengaku sempat kaget saat pertama kali mengetahui adanya tata tertib tersebut. Aturan tersebut pertama kali disosialisasikan pihak UPI pada hari terakhir pelaksanaan pengenalan mahasiswa baru, Kamis (31/8). Saat itu, UPI meminta agar mahasiswa baru mengembalikan lembar kesediaan sehari kemudian dengan dilengkapi materai.

“Saya kaget. Wah ini tidak bisa dibiarkan. Sudah melanggar prinsip. Masa orang mau berjilbab saja dihalang-halangi. Atas alasan itu saya tidak mau menandatangani. Kemudian, saya mengadu kepada pimpinan mahasiswa fakultas (BEM FPIPS, red). Saya juga sempat menyampaikan keberatan saya kepada pihak program studi. Kemudian, nama-nama yang keberatan tersebut dicatat. Jumlahnya empat orang. Sekarang (kemarin, red) ada enam orang yang keberatan dengan aturan tersebut,” papar Emil menggebu-gebu.

Ditemui usai berlangsungnya unjuk rasa di gedung PKM UPI, Emil tak mampu menyembunyikan kegembiraannya saat mengetahui kesepakatan BEM dengan pimpinan fakultas. “Saya lega mendengar kesepakatan itu. Dengan begitu, tidak halangan lagi untuk mengenakan jilbab secara utuh,” ujarnya sambil menebar senyum.

Kegembiraan juga tampak dari wajah koordinator aksi kemarin, Yusuf Supriatna. Aktivis KAMMI yang juga mahasiswa jurusan Pendidikan Sejarah ini sempat mengkhawatirkan pimpinan UPI akan bersikukuh menerapkan tata tertib itu. “Ya, alhamdulillah mereka mau berubah,” ujarnya sambil pamit karena akan melanjutkan koordinasi dengan timnya.

Ditemui di ruang kerjanya, Pembantu Dekan I FPIPS Drs Aim Abdulkarim MPd membenarkan pihaknya sempat membuat tata tertib yang mengharuskan adanya penyesuaian jilbab di dua program baru tersebut. Bagi Aim, peraturan tersebut semula dimaksudkan untuk membiasakan mahasiswanya dalam kondisi dan suasana kerja.

“Saya kira tidak melanggar substansi. Kami kan tidak mengharusnya mahasiswa membuka jilbab. Kami hanya meminta agar mereka terbiasa dengan suasana disiplin. Di perguruan tinggi lain juga memiliki peraturan pakaian sendiri. Itu biasa. Meski begitu, kami terbuka kalau ada yang keberatan. Kan semuanya bisa diselesaikan dengan baik-baik. Kami bersedia untuk mengubah tata tertib,” kata Aim.

Kepada wartawan, mantan pimpinan mahasiswa semasa kuliahnya itu menjamin tidak akan memperlakukan mahasiswa baru yang menolak mengenakan jilbab modis tersebut secara diskriminatif. “Nggak, nggak akan ada perbedaan. Semuanya sama saja,” katanya hati-hati.(njp)

DISCLAIMER

Hak cipta dari isi, berita dan materi di situs ini adalah milik dari sumber yang bersangkutan.
Saya sama sekali tidak berniat untuk melakukan pembajakan dari sumber manapun.
Jika ada yang berkeberatan dengan pemuatan isi, berita ataupun artikel yang ada di web saya, silakan anda hubugi saya dan saya tidak akan keberatan untuk menurunkan isi materi tersebut.
Comments: Post a Comment

<< Home

This page is powered by Blogger. Isn't yours?