Saturday, December 10, 2005

 

UU Guru Bunuh Guru SD

*Guru Jangan Cepat Terbuai


JL MERDEKA-Disetujuinya rancangan undang-undang (RUU) guru dan dosen menjadi UU ibarat pondasi saat pembuatan sebuah bangunan. Dengan begitu, UU tersebut masih memerlukan fase lanjutan sebelum kemudian diimplementasikan. Forum Aspirasi Guru Independen (FAGI) Kota Bandung memprakirakan, guru baru bisa mencicipi berkah UU sekitar 2008 mendatang.

Lebih dari itu, ternyata UU Guru dan Dosen kurang berpihak kepada guru SD. Malah sebaliknya, UU dianggap bakal “membunuh” Umar Bakri yang mayoritas belum sarjana atau sekurang-kurangnya diploma-4 ini. Ya, secara nasional, jumlah guru SD yang berhasil menyelesaikan pendidikan hingga jenjang sarjana hanya 8 persen.

Prakiraan tersebut erat kaitannya dengan penilain FAGI terhadap komitmen pemerintah yang dianggapnya masih rendah. Ketua Umum FAGI Kota Bandung Agus Setia Mulyadi yang kemarin ditemui di Gelanggang Generasi Muda (GGM) di Jalan Merdeka menilai, selama ini pemerintah pusat maupun daerah belum memiliki komitmen kuat terhadap masalah pendidikan.

Penilaian Agus bukan tanpa alasan. Amanat UUD 1945 tentang penetapan 20 persen anggaran pendidikan dari total APBN dan APBD saja belum teralisasi. Contoh lainnya adalah pelaksanaan UU Sisdiknas yang sejauh ini belum bisa dilaksanakan seutuhnya.

“Di satu sisi UU Guru dan Dosen memberikan harapan bagi guru. Namun, guru jangan terbuai. UU tersebut masih perlu diterjemahkan lagi dalam bentuk peraturan pemerintah (PP). Saya yakin, proses ini memerlukan waktu cukup panjang. UU-nya sendiri memberikan masa transisi selama 18 bulan. Jadi, paling bisa direalisasikan sekitar 2008 mendatang,” ungkap Agus.

Lalu, langkah apa yang harus diambil segera? Guru Matematika SMA Negeri 5 Bandung ini mendesak agar pemerintah daerah Walikota Bandung Dada Rosada untuk memberikan tunjangan guru sebagaimana diatur dalam UU yang disahkan 6 Desember lalu itu. Pertimbangan Agus sederhana saja. Bagi Agus, di tingkat nasional, pemberian tunjangan profesi masih harus menunggu lama. Sementara pengalokasian dalam APBD bisa dilakukan secara cepat. Apalagi, ABBD Kota Bandung 2006 mendatang belum disahkan.

“Yang paling memungkinkan adalah tunjangan daerah. Masalahnya tinggal sejauhmana komitmen Walikota atau pemerintah daerah lainnya terhadap pendidikan. Di Jakarta, gubernurnya menetapkan untuk memberikan tunjangan daerah kepada setiap guru masing-masing Rp 2 juta. Meski tidak sebesar itu, Kota Bekasi juga melakukan hal yang sama, besarnya Rp 400 ribu. Sementara Kota Bandung belum menunjukkan adanya itikad itu. Inilah pekerjaan kami para guru untuk mendesaknya,” tandas Agus.

Ditemui secara terpisah, aktivis pendidikan A Taufan H menilai, tunjangan yang cukup menjanjikan itu kontraproduktif dengan guru SD. Masalahnya, UU tersebut mengatur pemberian tunjangan profesi hanya kepada guru yang sudah menyelesaikan strata-1 alias sarjana. Sementara sebagian besar guru SD belum memeroleh gelar sarjana.

“UU ini membunuh guru-guru SD. Secara nasional, jumlah guru SD yang menyelesaikan sarjana baru sekitar 8 persen saja. Di Bandung, perbandingan lebih baik. Yakni mencapai 20 persen. Bayangkan tingkat kesejahteraan mereka ketika harga kebutuhan tiba-tiba melonjak. Untuk mencapai gelar sarjana, kami masih kesulitan,” ujar Taufan yang sehari-hari mengajar pendidikan olah raga di SD Merdeka ini.(njp)


DISCLAIMER

Hak cipta dari isi, berita dan materi di situs ini adalah milik dari sumber yang bersangkutan. Saya sama sekali tidak berniat untuk melakukan pembajakan dari sumber manapun.
Jika ada yang berkeberatan dengan pemuatan isi, berita ataupun artikel yang ada di web saya, silakan anda hubugi saya dan saya tidak akan keberatan untuk menurunkan isi materi tersebut.

Sunday, December 04, 2005

 

Guru Swasta Bakal Terima Tunjangan

*RUU Guru Disahkan Besok


BANDUNG-Rancangan Undang-undang (RUU) Guru dan Dosen maju selangkah lagi. Draft terbaru hasil pembahasan panitia kerja (Panja) Komisi X DPR RI 1 Desember lalu memberikan angin segar bagi guru-guru non-PNS. Ini berbeda dengan draft sebelumnya yang menyebutkan tunjangan profesi hanya diberikan kepada PNS.

“Pemerintah memberikan tunjangan profesi kepada guru yang telah memiliki sertifikat pendidik baik kepada guru yang diangkat oleh Pemerintah, pemerintah daerah, maupun kepada guru yang diangkat masyarakat.” Demikian bunyi Pasal 16 ayat (1) RUU Guru paling anyar tersebut.

Dengan begitu, jelas bukan hanya guru PNS saja yang akan mendapatkan tunjangan profesi. Soal jumlah, draft terbaru juga memberikan harapan kepada guru swasta. Besarnya tunjangan ditutu setara dengan jumlah tunjangan yang diterima guru PNS. Padahal, draft 25 November lalu hanya menyebutkan, guru swasta sedapat mungkin sama dengan guru PNS.

Federasi Guru Independen Indonesia (FGII) yang sejak awal getol memerjuangkan hak yang sama bagi guru swasta mengaku memberikan apreasi positif atas sikap proaktif Panja tersebut. Apreasi yang sama diberikan FGII menyangkut kewenangan guru dalam meluluskan anak didiknya.

“FGII bukan menghalangi disahkannya RUU Guru dan Dosen pda 25 November lalu, tetapi FGII menilai draft tersebut belum mengakomodasi guru swasta. FGII ingin semua guru baik PNS maupun guru swasta dapat terakomodasi dalam RUU ini. Kalau guru PNS mendapat gaji pokok dan tunjangan melekat pada gaji dari pemerintah, sedangkan guru swasta dari yayasan atau satuan pendidikan,” ungkap Iwan Hermawan, Sekjen FGII, seperti disampaikan dalam pernyataan tertulisnya yang diterima Radar, kemarin.

Sementara itu, menyangkut profesionalisme guru sebagaimana diatur dalam pasal 20, FGII semula sempat memprotes adanya kewajiban guru menciptakan suasana kondusif dalam pembelajaran. “FGII keberatan dengan poin a yang mengharuskan guru wajib menciptakan suasana pendidikan yang kondusif dan dialogis. Ayat ini bisa ditafsirkan guru atau dosen yang kritis terhadap kepala sekolah atau rektor dianggap tidak mendukung suasana kondusif,” tandas Iwan.

Beruntunglah kekhawatiran Iwan segera terjawab. Draft terbaru RUU menyebutkan, seorang guru berkewajiban merencanakan, melaksanakan, dan mengevaluasi hasil pembelajaran. Ayat yang disinyalir bakal menjadi jerat bagi guru kritis tidak lagi tampak dalam RUU Oemar Bakri tersebut.

Namun demikian, FGII tidak lantas oke dengan draft paling anyar. Menurutnya, ada beberapa hal yang masih harus dikritisi atau menuntut penjelasan lebih lanjut dalam Peraturan Pemerintah. Salah satunya mengenai sertifikat pendidik. Mengacu pada pasal 16 ayat (1), pemerintah memberikan tunjangan profesi kepada guru yang telah memiliki sertifikat pendidik baik kepada guru yang diangkat oleh pemerintah, pemerintah daerah, maupun kepada guru yang diangkat masyarakat.

FGII mengusulkan, guru yang telah memiliki akta mengajar dari LPTK yang terakreditasi dikonversi sebagai sertifikasi. Menurutnya, akta yang diperoleh dari LPTK memiliki bobot yang sama dengana RUU pasal 11.

Selain itu, gabungan sejumlah organsiasi guru yang dikenal kritis ini juga mengusulkan, guru yang telah berusia 50 tahun tidak perlu dikenakan persyaratan kualifikasi maupun sertifikasi. Hal ini merupakan status penghargaan (assigned status) atas jasa dan pengabdian mereka.

Masih ada lagi, FGII juga mengusyulkan tambahan ayat (3). Guru yang diangkat oleh pemerintah atau pemerintah daerah, kata Iwan, diprioritaskan untuk ditempatkan pada jabatan struktural kependidikan. Ini menyangkut kebijakan otonomi daerah yang menjadikan kesempatan guru untuk menduduki jabatan struktural kependidikan sangat sempit.

“Saat ini banyak jabatan struktural ditempati oleh orang-orang yang berlatar belakang bukan LPTK. Semestinya guru dapat menjadi ‘panglima’ di rumahnya sendiri. Saat ini lebih banyak menjadi ‘prajurit’ di rumahnya sendiri,” tegas Iwan.(njp)

DISCLAIMER

Hak cipta dari isi, berita dan materi di situs ini adalah milik dari sumber yang bersangkutan. Saya sama sekali tidak berniat untuk melakukan pembajakan dari sumber manapun.
Jika ada yang berkeberatan dengan pemuatan isi, berita ataupun artikel yang ada di web saya, silakan anda hubugi saya dan saya tidak akan keberatan untuk menurunkan isi materi tersebut.

This page is powered by Blogger. Isn't yours?